Analisis Fragmen Keramik dari Tiga Situs Arkeologi di Kabupaten Situbondo: Situs Ghunong Panceng, Situs Mellek, dan Situs Blangghuan

                                      Oleh:

                                 -Uliyariska*)

                            -Nur Fitri Komariya**)




Kabupaten Situbondo merupakan salah satu wilayah yang terletak di ujung timur Provinsi Jawa Timur. Secara geografis, letaknya yang strategis di jalur pesisir utara Pulau Jawa menjadikan wilayah ini memiliki potensi tinggi dalam aktivitas perdagangan maritim pada masa lampau. Selain itu, wilayah Situbondo juga diyakini menjadi bagian dari jaringan kekuasaan dan pengaruh Kerajaan Majapahit serta pusat-pusat Hindu-Buddha lainnya di Jawa Timur pada abad ke-13 hingga ke-15 Masehi.  Salah satu indikasi penting dari keberadaan jaringan perdagangan dan interaksi budaya tersebut dapat ditelusuri melalui temuan artefak arkeologis, terutama fragmen keramik. 



Fragmen keramik merupakan tinggalan budaya yang sangat informatif karena dapat merepresentasikan aktivitas ekonomi, sosial, maupun budaya masyarakat pada masa lalu. Oleh karena itu, menganalisis koleksi fragmen keramik dari ketiga situs tersebut, dengan fokus pada morfologi (bentuk, motif, material), kronologi, dan implikasi historis terhadap perdagangan regional. 


Di Situbondo, terdapat tiga situs arkeologi yang menjadi fokus kajian dalam kebudayaan terkait peninggalan masa lampau, yaitu Situs Ghunong Panceng, Situs Mellek, dan Situs Blangghuan. Temuan fragmen keramik ini pertama kali diidentifikasi oleh TCB-YMBS (Tim Cagar Budaya Yayasan Museum Balumbung Situbondo) melalui kegiatan survei permukaan di beberapa titik situs arkeologi di Situbondo yang diketuai oleh Irwan Kurniadi. Berkat upaya tim tersebut, berbagai artefak berhasil diselamatkan dan kini tersimpan serta dikelola oleh Museum Balumbung sebagai bentuk pelestarian warisan sejarah lokal.



Ketiga situs ini berada pada wilayah Kecamatan Banyuputih dan Kecamatan Asembagus, Situs Ghunong Panceng saat ini menyisakan sebuah lingga patok yang masih insitu, fragmen-fragmen keramik, gerabah dan lumpang. Demikian pula, Situs Mellek  yang diduga bekas permukiman diketahui dari struktur bata yang tersusun sedemikian rupa. Sementar di Situs Blangghuan masih belum ditemukan struktur bata yang tersusun , namun memiliki temuan lepas fragmen keramik yang identik.


Koleksi fragmen keramik di Museum Balumbung berasal dari survei dan ekskavasi ketiga situs yang masih berstatus ODCB (Objek Diduga Cagar Budaya) itu, dengan analisis menggunakan pendekatan morfologi (bentuk, motif, material), tipologi, dan perbandingan relatif untuk menentukan usia dan asal. Fragmen ini mayoritas impor dari Tiongkok dan Asia Tenggara, menandakan jaringan dagang Majapahit sejak abad ke-13 M.



Berikut ini merupakan penjelasan menggenai 3 situs Ghunong Panceng, melek dan blangghuan:

1. Situs Ghunong Panceng

Situs Ghunong Panceng terletak di Desa Bantal, Kecamatan Asembagus ,Kabupaten Situbondo, dan merupakan bagian dari gugusan bukit (ghunong, Bahasa Madura) yang diduga bekas  permukiman. Temuan di sini mencakup struktur bata merah dan artefak khas China . Ini menandakan hubungan dagang dengan eksistensi pedagang China kala itu. Situs ini mencerminkan transisi dari era pra-Hindu ke pengaruh Majapahit, dengan bukti aktivitas ekonomi berbasis pertanian dan perdagangan.


Berdasarkan analisis dari koleksi dalam Museum Balumbung mencakup ratusan fragmen, yang didominasi keramik celadon hijau (Tiongkok, Dinasti Song-Yuan, abad 10–14 M) dan monokrom putih lokal Jawa.


Di antara poin analisisnya:

1. Bentuk: piring (diameter 20–30 cm), mangkuk, dan kendi, dengan motif flora (bunga teratai) dan geometris (garis bergelombang). 

2.Material: porselen halus dengan glasir tebal, indikasi impor via pelabuhan timur Jawa.

3. Kronologi: Abad 13–15 M, selaras dengan era Majapahit.

4. Implikasi: Bukti perdagangan rempah, di mana keramik berfungsi sebagai barang mewah untuk ritual.

2. Situs Mellek 

Situs Mellek berada di Dukuh Mellek, Dusun Krajan, Desa Sumberejo, Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo, dan telah diidentifikasi sebagai situs arkeologi sejak 2012 oleh FPCB (Forum Penyelamat Cagar Budaya),  tahun 2014 dilanjutkan advokasi oleh LSM Wirabhumi, berikutnya Relawan Budaya Balumbung hingga pihak terkait yaitu BPCB (Balai Pelestarian Cagar Budaya) Jatim. Hingga kembali diadvokasi oleh TCB-YMBS. Lokasinya mencakup potensi kekunoan hingga kedalaman 2 meter, dengan struktur tembok bata merah, sumur kuno, dan gugusan artefak seperti arca tanah liat, lumpang, serta fragmen keramik. Situs ini terdaftar resmi pada 2017 dengan nomor 62/STB/2017 dan mencakup luasan sekitar satu pedukuhan kuno, menjadikannya indikator lini masa transisi budaya Hindu-Buddha di Situbondo timur, dengan interaksi ke Majapahit.

Dari kurun waktu 2012–2022, koleksi berjumlah sekitar 200 fragmen, termasuk keramik putih-biru Dinasti Ming (abad 14 M) dengan stempel Cina. 


Di antara poin analisisnya:

1.Bentuk: mangkuk dan piring (15–25 cm), dengan motif fauna (burung phoenix) dan inskripsi Jawa Kuno. 

2.Material: stoneware keras, ditemukan di kedalaman 2 m dekat struktur tembok, sering bersamaan dengan terakota Majapahit.

3. Kronologi: Abad 14 M, bertepatan dengan interaksi Majapahit-Situbondo. 

4.Implikasi: Menunjukkan hubungan dagang dengan Tiongkok, di mana fragmen ini (seperti tempayan berisi tulang) digunakan untuk penyimpanan ritual. Analisis petrografi mengonfirmasi asal non-lokal, serupa dengan situs Kumitir (Mojokerto).

3. Situs Blangghuan,

Situs Blangghuan terletak di Dusun Blangghuan, Desa Sumberwaru, Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo, adalah bagian dari kompleks cagar budaya Kadipaten Balumbung era Majapahit. Situs Blangghuan mencakup area permukiman kuno dekat pusat Banyuputih, dengan temuan artefak yang menguatkan peran Situbondo sebagai jalur dagang rempah dan keramik.

Koleksi di museum, sekitar 120 fragmen. Mayoritas kendi hitam Vietnam (dapur Thanh-Hoa, abad 14–15 M) dan Sukhothai Thailand.


Di antara poin analisisnya:

1.Bentuk: gelas dan vas (10–20 cm), motif religi (kaligrafi Hindu) dan pemandangan (gunung).

 2.Material: earthenware dengan glasir hitam.

3. Kronologi: Abad 14–15 M, era Kadipaten Balumbung. 

4.Implikasi: Bukti penyebaran pengaruh Majapahit via perdagangan, di mana keramik berfungsi sebagai bekal ritual.  Analisis kuantitatif menunjukkan 65% impor Asia Tenggara, menguatkan peran Blangghuan sebagai permukiman dagang.


Analisis keseluruhan menegaskan bahwa fragmen keramik ini bukan hanya barang dagang, tapi juga indikator kontak budaya Majapahit, dengan 70% berasal dari Asia Tenggara-Tiongkok. Analisis fragmen keramik dari ketiga situs mengungkap narasi perdagangan Majapahit di Situbondo yang dinamis. Museum Balumbung berperan krusial dalam pelestarian, tapi diperlukan digitalisasi lebih lanjut untuk akses global. (*)


*)Penulis adalah alumni UNEJ jurusan Ilmu Sejarah. Bergiat di Forum Museum Balumbung.

**)Penulis adalah alumni UNEJ jurusan Pendidikan Geografi. Bergiat di Forum Museum Balumbung



Post a Comment

Lebih baru Lebih lama