Mengulik Inskripsi di Situs Selobanteng Situbondo


Oleh: Irwan Kurniadi


Bejana air dari batu yang berinskripsi pada Situs Selobanteng.


Menelusuri jejak masa klasik Hindu-Budha di Jawa Timur bagian timur khususnya pada era Kerajaan Majapahit yang berupa inskripsi cukup menarik. Pasalnya, tinggalan arkeologi yang merupakan sumber primer di wilayah ini tergolong langka. Terlebih wilayah Kabupaten Situbondo. Sedikit sekali inskripsi dari masa tersebut kita inventarisasi.

Salah satu inskripsi yang diketahui berhuruf Jawa Kuna berada di Situs Selobanteng, Desa Selobanteng,  Kecamatan Banyuglugur, Kabupaten Situbondo. Objek ini merupakan salah satu jejak sejarah yang potensial bila akan diteliti. Pada situs ini terdapat semacam sarkofag berkepala lembu, sebuah karya leluhur yang menyimpan informasi penting.

Dalam inskripsi yang terpahat pada lambung artefak, sedikitnya ada 22 aksara Jawa Kuna yang dapat diobservasi. Di baris kedua setelah aksara tersebut terdapat angka tahun.

Berdasarkan laporan Tim SPSP (Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala) Jatim dalam 'Laporan Hasil Kegiatan Registrasi dan Informasi di Daerah Kabupaten Situbondo 24-30 Juli 1988', menginterpretasi dengan sebutan Sarkofag Nandi. Tercatat dengan registrasi Nomor 1/STB/1988. Dimensi objek tersebut yaitu memiliki panjang 200 cm, lebar 77 cm, tinggi 49 cm dan kedalaman palung 34 cm.

Profil binatang dalam posisi duduk. Tetapi bagian punggungnya mulai dari tengkuk hingga ekor berlubang menganga berbentuk persegi. Pada bagian lambung sebelah kiri tercatat angka tahun 1325 Saka atau 1403 Masehi. (Tim SPSP menulis 1324 Saka atau 1402 Masehi). Di atas angka tahun terdapat prasasti aksara Jawa Kuna sebaris dengan panjang 100 cm.

Tim SPSP menganalisa jika prasasti tersebut lebih mirip hiasan geometris. Hingga di bagian kanan disebut belum selesai pengerjaannya.

Bejana air yang berbahan andesit porous kecil ini pahatannya cukup halus, meski aus sebagian. Terletak di lereng bukit dengan kemiringan 34 derajad dan ketinggian 210 mdpl. Ditengarai, keletakan saat ini telah berpindah dari posisi awalnya yang berada di puncak bukit. Menurut tutur, artefak tersebut awalnya digulingkan oleh oknum warga hingga mengakibatkan bagian lambung lembu tersebut retak.


Sebaran Sarkofag Serta Tipologi Tinggalan Era Kebudayaan Megalitik Lainnya

Sarkofag atau sarkofagus merupakan hasil kebudayaan megalitik yang berkembang sejak masa prasejarah, terutama di masa neolitikum. Di sinilah menariknya, sarkofag berkepala lembu yang berangka tahun tersebut mengindikasikan lini masa sejarah masa klasik. Ini merupakan kelanjutan dari kebudayaan megalitik sebelumnya.

Bila kita korelasikan bentang kebudayaan megalitik di wilayah tersebut meliputi Kecamatan Sumbermalang yang menyimpan sejumlah sarkofagus serta sejumlah kubur batu selain batu berundak.

Demikian pula di Kecamatan Besuki , Kecamatan Jatibanteng, Kecamatan Bungatan  dan Kecamatan Kendit memiliki corak kebudayaan yang kurang lebih sama. Selain puluhan sarkofagus ada juga sejumlah menhir.

Lokasi berikutnya, hingga ke Kecamatan Situbondo tepatnya di Situs Bantongan dengan temuan Sarkofag berukuran cukup besar yaitu panjang 3 meter. Di Kecamatan  Kapongan tepatnya di Situs Kemirian terdapat bukti temuan relief tapak kaki 'raksasa'

Menuju timur, di Kecamatan Arjasa dapat diidentifikasi salah satunya dengan temuan batu berlubang pada sejumlah blok dan Juga di Kecamatan Asembagus, dengan bukti temuan Dolmen.

Peradaban masa Prasejarah dalam babakan masa neolithikum tentu yang utama dapat diidentifikasi dari aspek arkeologis. Kita mengetahui aktifitas manusia saat itu dari tinggalan arkeologi mereka. Bila kemudian di kawasan-kawasan tersebut berlanjut hingga masa klasik dan seterusnya, tentu sangat logis. Bahwa kawasan-kawasan tersebut dapat dikatakan merupakan kawasan pilihan.

Selanjutnya, benang merah apa yang dapat kita tarik atas inskripsi pada Sarkofag itu? Apakah berkorelasi dengan perang Paregreg yang  terjadi di wilayah ini pada awal abad ke-15? (*)

Post a Comment

أحدث أقدم